HAI-Online.com - Dalam sarasehan bertajuk Ada Apa Dengan Menikah di desa Tunggularum Wonokerto, Sleman, Dosen asal UNY, Das Salirawati sebut seseorang yang menikah dini, usia dan kematangan mentalnya belum cukup memasuki dunia rumah tangga.
“Secara biologis, wanita siap untuk bereproduksi pada usia 20 tahun, sedangkan untuk pria 25 tahun. Pada usia itulah organ-organ reproduksi siap utk berfungsi secara optimal, artinya sel telur siap untuk dibuahi dan sel sperma baik untuk pembuahan,” katanya melansir dari laman UNY, Selasa (2/8/2022).
Selain itu pada usia 20 tahun wanita secara psikologis telah siap untuk mengurus rumah tangga, dan pada usia 25 tahun pria juga telah siap menjadi kepala keluarga.
Melansir ungkapan Dirjen Dikdasmen, Dr. Indrajati Sidi dari laman UNY, diketahui, salah satu penyebab pernikahan dini marak yakni sebanyak 88,4% tamatan/lulusan SMA dan sederajat nggak melanjutkan ke perguruan tinggi.
Banyak kaum remaja putri khususnya, yang karena kemauan sendiri atau didorong orangtua untuk menikah di usia muda, karena ketidakmampuan orangtua menyekolahkan anaknya.
Das mengajak warga setempat untuk mencegah pernikahan dini karena membawa dampak mulai dari aspek sosial, psikologis, dan biologis.
Baca Juga: Cerita Juliana, Perempuan Orang Rimba Pertama yang Kuliah, Melawan Tradisi Pernikahan Dini
“Menikah usia dini bisa memberikan beban sosial bagi si anak, tekanan psikologis juga kalau anak nggak mampu beradaptasi dengan kehidupan yang dijalaninya, serta secara biologis sebenarnya organ reproduksi si ibu belum cukup siap untuk menerima kehadiran seorang anak di dalam rahimnya,” imbuhnya.
Ia menambahkan, kalau pengalaman, kedewasaan, kematangan berpikir sangat diperlukan bila seseorang ingin menikah dini.
Memang ada yang menikah dini dan membawa keluarga samawa, namun jumlahnya nggak banyak.