Follow Us

Sejarah Labuan Bajo: Dari Nama, Pesona Komodo, Sampai Pasir Warna Putih dan Pink!

Alvin Bahar - Jumat, 04 Desember 2020 | 23:37
Salah satu lanskap hunian wilayah pesisir Kampung Air dan Kampung Baru, Labuan Bajo.
Sigit Pamungkas

Salah satu lanskap hunian wilayah pesisir Kampung Air dan Kampung Baru, Labuan Bajo.

Oo aa ee ii dee, Si li nan ga mbom badjo to e be ti toe ka ge toe ka gee!

Toe ka toe ka goo, aa ee aa be ti, ma lon tee kaa gee

(Dalam perjalanan ke Labuan Bajo, perutku tak pernah kurasa sesakit ini. Aduh perutku, aduh perutku)

HAI-ONLINE.COM — Kata-kata yang lo baca di atas adalah penggalan syair lagu rakyat Manggarai Barat yang didokumentasikan oleh seorang Pastor SVD yang bernama Piet Heerkens dalam bukunya yang berjudul Flores Manggarai yang terbit pada 1930.

Keseluruhan syair lagu tersebut menceritakan mengenai Rado Sawi Ndao yang ditelan ‘Mpo’ atau buaya dan masuk ke perut buaya itu. Dengan menggunakan pisaunya, Rado Sawi Ndao menggelitiki perut buaya besar yang berenang di laut ke beberapa daerah seperti Mborong, Reok, dan Labuan Bajo sampai akhirnya Rado Sawi Ndao keluar dari perut buaya.

Yap, kalo lo baca dengan detil, sepotong syair itu merekam penggunaan kata ‘Labuan Bajo’ pada tahun 1930.

Melacak sejarah penggunaan kata ‘Labuan Bajo’ nggak akan lepas dari menelisik sejarah kota Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat sekaligus Flores – sebuah pulau yang dinamai Cabo de Flores. Nama Flores berasal dari bahasa Portugis yaitu Cabo de Flores yang berarti “Tanjung Bunga”.

Nama tersebut semula diberikan oleh S.M. Cabot untuk menyebut wilayah timur dari Pulau Flores. Akhirnya di pakai secara resmi sejak 1636 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hendrik Brouwer. Sebuah studi yang cukup mendalam oleh Orinbao pada 1969, mengungkapkan bahwa nama asli sebenarnya pulau Flores adalah Nusa Nipa (pulau ular) yang dari sudut antropologi, istilah ini lebih bermanfaat karena mengandung berbagai makna filosofis, kultural, dan tradisi ritual masyarakat Flores. Sejarah mencatat Flores-Sumba-Timor sebagai penghasil cendana wangi terbaik di dunia terutama pada abad ke-3 sampai abad ke-18.

Baca Juga: The Wonder Years Rilis Lagu Baru 'Out On My Feet', Masih Pop Punk Nggak Nih?

Sejauh ini, nama Labuan Bajo tercatat dalam laporan Jacques Nicolas Vosmaer dalam laporan Koloniale Jaarboeken Maandschrift tot Verspreiding van Kennis der Nederlandsche en Buitenlandsche Overzeesche Bezittingen pada 1862 yang menyebutkan bahwa dalam artikel tahun 1833 dilaporkan sebuah perjalanan laut menuju 'Laboean Badjo'. Belum ditemukan catatan Belanda yang lebih tua dari karya tersebut yang mencantumkan kata ‘Laboean Badjo’ atau Labuan Bajo.

Labuan Bajo memiliki makna ‘tempat berlabuhnya suku Bajo’ demikian menurut sejumlah warga dan tokoh masyarakat di Labuan Bajo.

Halaman Selanjutnya

Haji Sahamad salah satunya.
1 2 3 ... 5

Editor : Hai

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest