"Kamu tahu lah,lockdownkemarin adalah momen yang sangat depresif dan bikin frustasi. Emang di rumahku ada studio, tapi aku nggak bisa mengoperasikan alat-alat rekamannya," ujarnya menjelaskan awal kemunculan album ini sembari berjenaka atas ketidakmampuannya mengolah DAW secara mandiri (Digital Audio Workstation).
Keterbatasan itu pun membuat seorang Tom Morello untuk memutar otak lebih keras agar masih bisa menuangkan ide dan ke-BM-annya melalui riff-riff gitar andalannya.
Nggak kehabisan ide, Tom Morello pun memanfaatkan secuil teknologi yang ada di hadapan matanya untuk memulai proses produksi 'The Atlas Underground Fire'.
Dengan bantuan voice memo yang ada pada ponselnya, Tom Morello pun mendapatkan kalo metode ini justru memberikan banyak kebebasan pada album barunya tersebut.
"Awalnya aku mencoba untuk ngerekam gitarku pake ponselku ini karena ngelihat Kanye West melakukan hal yang sama untuk beberapa albumnya, dan ternyata hasilnya keren!," jelasnya.
"Laluaku coba ngirimin hasil rekaman ini ke para produser dan engineer dari seluruh dunia, dan ternyata mereka ngerespon balik," lanjutnya
"Dan kemudian aku tersadar kalo ini lah materi untuk The Atlas Underground selanjutnya, yang dilanjutkan dengan proses kurasi artis dan lagu yang cocok buat mereka," tambahnya kemudian.
Kebebasan bermusik adalah kunci
Dalammenggarap album 'The Atlas Underground Fire', Tom Morello masih nyaman untukmenerapkanpendekatan yang sama - yakni dilepaskannya interpretasi dari masing-masing kolaborator.
Metode perekaman yang cukup ekstrem di atas adalah bukti bagaimana kecerdasan seorang Thomas Morello dalam merancang apa yang dipikirkannya.
"Aku membuat dan merekam part gitarku di hari itu juga dan langsung kukirimkan ke kolaborator lain," jelasnya bersemangat.
"Biasanya kalo kita rekaman kan perlu prosestakesampe lima hari bahkan untuk menyempurnakan hasilnya, tapi ini nggak sama sekali," tegasnya.