Yap, di Indonesia, emo tumbuh pada kisaran 2003-2006 dan membesar setelahnya. Nggak heran jika 2008 dianggap sebagai momen puncak yang paling dikenang.
Emo Pernah Tiba-tiba Menjamur
Balik lagi ke gig di tahun 2015 yang bernamaRisorgimento itu. Di sanabeberapa "alumni" KILLMS kembali berkumpul bersama dan merasakan atmosfir gig di era pertengahan 2000-an, ketika wabah emo tengah melanda di seantero Ibu Kota, dan menjalar ke beberapa kota lainnya di Indonesia.
Sebelum KILLMS dikenal banyak orang, masih di era itu, nama-nama seperti Killed By Butterfly, Seems Like Yesterday, The Side Project, Jakarta Flames, Sweet As Revenge juga telah dikenal.
Menurut Aldy, gitaris sekaligus frontman Seems Like Yesterday, geliat band-band emo di luar kota selain Jakarta juga cukup tinggi, ada nama-nama The Astronauts dan End of Julia dari Yogyakarta, sedangkan dari Bandung ada Alone at last, Love Hate Love, hingga Jolly Jumper.
"Dulu, pas gue awal nge-band, belum ada scene emo. Band emo pun masing-masing mainnya di acara melodic atau gig campuran hardcore/ metal. Acara pertama yang ada emo-emonya itu kayaknya We No Need No Emo 1, di Rogue, Kemang, Jakarta Selatan. Sekitar 2003 atau 2004-an gitu," kata Aldy.
Selanjutnya, perkembangan emo di Indonesia semakin masif. Aneka gig yang diisi band-band emo semakin banyak.
Hal ini juga cukup dipengaruhi oleh band-band yang tengah digemari di Barat sana. Mulai dari Finch, Saosin, A Static lullaby, The Used, Underoath, Matchbook Romance, hingga yang mainstream seperti My chemical Romance mempunyai penggemarnya sendiri.
Baca Juga: RAN Tutup Tahun 2020 dengan Single Baru ‘Orang yang Paling Kubenci’
Sempat Dihadang Gerakan Antimo (Anti-emo)
Cepat berkembangnya emo saat itu, berbanding lurus pula dengan yang nggak suka dengan mereka.